DOF Kaltim Merosot, Bukti Ketergantungan pada Dana Transfer Pusat

oleh -
oleh
Dana Transfer
DOF Provinsi Kaltim mengalami kontraksi pada kuartal I/2025, yaitu 55,56% atau merosot 3,48 poin dari periode sebelumnya yang mencapai 59,04%.

SAMARINDA – Derajat Otonomi Fiskal (DOF) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mengalami kontraksi pada kuartal I/2025, yaitu 55,56% atau merosot 3,48 poin dari periode sebelumnya yang mencapai 59,04%. Fenomena ini mengindikasikan peningkatan ketergantungan Pemerintah Provinsi Kaltim terhadap dana transfer dari pemerintah pusat.

Demikian diungkapkan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Kalimantan Timur, Budi Widihartanto. Menurutnya, peta kemandirian fiskal di tingkat kabupaten/kota masih menunjukkan disparitas yang cukup mencolok.

Kota Balikpapan tetap mempertahankan posisi puncak dengan DOF mencapai 30,04%, diikuti Kota Samarinda di peringkat kedua dengan 21,19%, dan Kabupaten Bontang menempati urutan ketiga dengan 13,86%.

“Sedangkan Kabupaten Mahakam Ulu memiliki DOF paling rendah sebesar sebesar 0,71% akibat PAD (Penerimaan Asli Daerah) yang rendah dibandingkan total pendapatan,” kata Budi Widihartanto dalam keterangan resmi, Rabu (2/7/2025).

Di sisi lain, kondisi fiskal daerah semakin terpuruk dengan realisasi pendapatan di tingkat kabupaten/kota yang mengalami kontraksi tajam.

Pada kuartal I/2025, total realisasi pendapatan tercatat Rp5,38 triliun atau setara 10,78% dari pagu anggaran 2025, merosot 18,27% secara tahunan atau year-on-year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Usut punya usut, Kota Balikpapan mengalami kontraksi pendapatan mencapai 65,79% (yoy).

Sebaliknya, Kabupaten Berau berhasil mencatatkan realisasi pendapatan daerah tertinggi dengan nilai Rp351,79 miliar atau 16,10% dari pagu 2025.

Adapun Budi menuturkan penurunan drastis pendapatan Balikpapan tidak terlepas dari implementasi kebijakan efisiensi anggaran dari pemerintah pusat.

“Prioritas pada kegiatan Meeting, Incentive, Convention & Exhibition (MICE) di lingkungan pemerintahan telah berdampak pada tertahannya komponen pendapatan pajak, khususnya Pajak Hotel dan Restoran (PHR),” pungkasnya. (*/red)